Sabtu, 09 Juni 2012

Limbah air bisa dijernihkan dengan biji kelor


AWAS BAHAYA LIMBAH AIR MENGANCAM KESEHATAN KITA
                        
Tidakkah kita ngeri melihat pemandangan limbah  semakin hari semakin meningkat baik limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, limbah rumah sakit, limbah peternakan dan perikanan yang dibuang tanpa diolah terlebih dahulu sehingga kondisi perairan umum kita sudah sangat mengkhawatirkan, hal ini bisa kita lihat dari warna dan bau dari sungai dan pesisir yang sudah sangat memprihatinkan.
Adanya kegiatan pengambilan dan analisis di DAS Citarum oleh Tim dari KKP (2012) memperoleh data konsentrasi COD yang tertinggi yaitu sekitar 266,6 mg/l , BOD yang tertinggi yaitu sekitar 4,24 mg/l, Pb yang tertinggi yaitu sekitar 0,73 mg/l, Cd yang tertinggi yaitu sekitar  0,08 mg/l, Cu yang tertinggi yaitu sekitar  0,17 mg/l, Hg  yang tertinggi yaitu sekitar 0,01 mg/l. Dari semua hasil analisis tersebut menunjukkan melebihi baku mutu air menurut PP. Nomor 82 tahun 2001.
Sebenarnya ada beberapa teknik pengolahan limbah muali dari yang termurah, efektif dan termudah yaitu menggunakan ekstrak biji buah Kelor (Moringan oleifera), karena dapat mengubah air keruh dengan partikel tanah maupun unsur logam berat menjadi air bersih layak untuk dikonsumsi dan memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan biji buah kelor (Moringan oleifera) mengandung zat aktif rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate, yang mampu mengadopsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur, kotoran melayang  dalam air sampai kandungan logam berat  dalam air limbah.
Hasil uji yang bias mendukung adalah pengalaman dari Negara  Sudan yang telah menggunakan ekstrak biji buah Kelor (Moringan oleifera) untuk menjernihkan air dari anak Sungai Nil sehingga dapat dimanfaatkan untuk air minum. Di Indonesia juga telah menggunakan ekstrak biji buah Kelor (Moringan oleifera)  di Sungai Mahakam, sehingga kandungan logam besi (Fe) dalam air Sungai Mahakam yang sebelumnya mencapai 3,23 mg/l, setelah dibersihkan dengan serbuk biji kelor menurun menjadi 0,13 mg/l, dan telah memenuhi standar baku mutu air minum, yaitu 0,3 mg/l dan standar baku mutu air bersih 1,0 mg/l. Sedangkan tembaga (Cu) yang semula 1,15 mg/I menjadi 0,12 mg/l, telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih yang diperbolehkan, yaitu 1 mg/l, dan kandungan logam mangan (Mn) yang semula 0,24 mg/l menjadi 0,04 mg/l, telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 0,1 mg/l dan 0,5 mg/l. Namun apabila air tersebut dikonsumsi untuk diminum, untuk menghilangkan aroma kelor maka  harus ditambahkan arang yang dibungkus sedemikian rupa agar tidak bertebaran saat proses pengadukan. Arang berfungsi untuk menyerap aroma kelor tersebut. Selain itu, dari hasil uji sifat fisika kualitas air Sungai Mahakam dengan parameter kekeruhan yang semula mencapai 146 NTU, setelah dibersihkan dengan sebuk biji kelor menurun menjadi 7,75 NTU, atau memenuhi standar baku air bersih yang ditetapkan, yaitu 25 NTU. Untuk parameter warna yang semula sebesar 233 Pt.Co menjadi 13,75 Pt.Co, atau telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 15 Pt.Co dan 50 Pt.Co.
Perbedaan penjernihan air dengan menggunakan tawas dan serbuk biji kelor adalah lebih alami dan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia walaupun penggunaan dalam waktu jangka panjang. Lamanya waktu pengendapan partikel setelah pengadukan, yaitu 10 hingga 15 menit, penggunaan serbuk biji kelor lebih ekonomis dibanding tawas, apalagi tanaman kelor dapat dibudidayakan, sementara daun dapat dimanfaatkan untuk obat herbal (khususnya mengobati penderita penyakir diabetes, hepatitis, fungsi ginjal, antioksidan, penyakit mata dan kulit) Bayi dan anak-anak pada masa pertumbuhan dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia WHO mengkonsumsi daun kelor. Perbandingan gram, daun kelor mengandung: 7 x vitamin C pada jeruk, 4 x calcium pada susu, 4 x vitamin A pada wortel, 2 x protein pada susu dan 3 x potasium pada pisang.
Memanfaatkan kelor untuk menjernihkan air merupakan alternatif terbaik dan lebih ekonomis, efisien serta turut melestarikan lingkungan dan dianjurkan untuk mulai menanam bibit pohon kelor di sepanjang aliran sungai dan pantai di Indonesia. 



         Teknologi yang lainnya yang bisa kita gunakan untuk menurunkan limbah yaitu mewajibkan penerapan IPAL yang murah dan efektif  untuk semua industri yaitu dengan biaya maksimal 500 juta per IPAL. Teknologi IPAL yang digunakan bisa secara fisika, kimia dan biologi. Jika limbah logam berat masih tinggi maka diperlukan ozonisasi dan penyinaran dengan sinar UV. Namun kita semaksimal mungkin mengurangi penggunaan IPAL secara kimiawi, karena bisa berdampak pada kesehatan manusia.
         Himbauan agar limbah di sungai dan pesisir kita tidak bertambah terus maka kita mesti mencegah pembuangan sampah secara langsung ke sungai atau pantai kita, kita perbanyak tempat pembuangan sampah di trotoar/pinggir jalan, kereta/bis/angkutan umum, dan lainnya, juga sosialisasikan pembuangan sampah, teknik pengolahan sampah skala rumah tangga di TV atau media massa yang lain, spanduk, papan dan penerapan peraturan yang ketat dan sanksi pada pembuang limbah dan sampah yang tidak sesuai peraturan yang berlaku. 








Gambar 1. Air yang diberi biji buah Kelor dan tidak


        

1 komentar:

  1. Pak, saya mohon ijinnya untuk share artikel ini di facebook... terima kasih sebelumnya.

    BalasHapus