AWAS BAHAYA LIMBAH AIR MENGANCAM
KESEHATAN KITA
Tidakkah kita ngeri melihat
pemandangan limbah semakin hari semakin
meningkat baik limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian, limbah
rumah sakit, limbah peternakan dan perikanan yang dibuang tanpa diolah terlebih
dahulu sehingga kondisi perairan umum kita sudah sangat mengkhawatirkan, hal
ini bisa kita lihat dari warna dan bau dari sungai dan pesisir yang sudah
sangat memprihatinkan.
Adanya
kegiatan pengambilan dan analisis di DAS Citarum oleh Tim dari KKP (2012)
memperoleh data konsentrasi COD
yang tertinggi yaitu
sekitar 266,6 mg/l , BOD yang
tertinggi yaitu sekitar 4,24 mg/l, Pb yang tertinggi
yaitu sekitar 0,73 mg/l, Cd yang
tertinggi yaitu sekitar 0,08 mg/l, Cu yang tertinggi yaitu sekitar 0,17 mg/l, Hg yang tertinggi yaitu sekitar 0,01 mg/l. Dari semua hasil analisis
tersebut menunjukkan melebihi baku mutu air menurut PP. Nomor 82 tahun 2001.
Sebenarnya ada beberapa teknik
pengolahan limbah muali dari yang termurah, efektif dan termudah yaitu menggunakan
ekstrak biji buah Kelor (Moringan
oleifera), karena dapat mengubah air keruh dengan partikel tanah maupun
unsur logam berat menjadi air bersih layak untuk dikonsumsi dan memenuhi
standar baku mutu yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan biji buah kelor (Moringan oleifera) mengandung zat aktif
rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate, yang mampu mengadopsi dan menetralisir
partikel-partikel lumpur, kotoran melayang dalam air sampai kandungan logam berat dalam air limbah.
Hasil uji yang bias mendukung
adalah pengalaman dari Negara Sudan yang
telah menggunakan ekstrak biji buah Kelor (Moringan
oleifera) untuk menjernihkan air dari anak Sungai Nil sehingga dapat
dimanfaatkan untuk air minum. Di Indonesia juga telah menggunakan ekstrak biji
buah Kelor (Moringan oleifera) di Sungai Mahakam, sehingga kandungan logam
besi (Fe) dalam air Sungai Mahakam yang sebelumnya mencapai 3,23 mg/l, setelah
dibersihkan dengan serbuk biji kelor menurun menjadi 0,13 mg/l, dan telah
memenuhi standar baku mutu air minum, yaitu 0,3 mg/l dan standar baku mutu air
bersih 1,0 mg/l. Sedangkan tembaga (Cu) yang semula 1,15 mg/I menjadi 0,12 mg/l,
telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih yang diperbolehkan,
yaitu 1 mg/l, dan kandungan logam mangan (Mn) yang semula 0,24 mg/l menjadi
0,04 mg/l, telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 0,1 mg/l
dan 0,5 mg/l. Namun apabila air tersebut dikonsumsi untuk diminum, untuk menghilangkan
aroma kelor maka harus ditambahkan arang
yang dibungkus sedemikian rupa agar tidak bertebaran saat proses pengadukan.
Arang berfungsi untuk menyerap aroma kelor tersebut. Selain itu, dari hasil uji
sifat fisika kualitas air Sungai Mahakam dengan parameter kekeruhan yang semula
mencapai 146 NTU, setelah dibersihkan dengan sebuk biji kelor menurun menjadi
7,75 NTU, atau memenuhi standar baku air bersih yang ditetapkan, yaitu 25 NTU.
Untuk parameter warna yang semula sebesar 233 Pt.Co menjadi 13,75 Pt.Co, atau
telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 15 Pt.Co dan 50
Pt.Co.
Perbedaan
penjernihan air dengan menggunakan tawas dan serbuk biji kelor adalah lebih
alami dan tidak berbahaya bagi kesehatan manusia walaupun penggunaan dalam waktu
jangka panjang. Lamanya waktu pengendapan partikel setelah pengadukan, yaitu 10
hingga 15 menit, penggunaan serbuk biji kelor lebih ekonomis dibanding tawas,
apalagi tanaman kelor dapat dibudidayakan, sementara daun dapat dimanfaatkan
untuk obat herbal (khususnya mengobati penderita penyakir diabetes, hepatitis,
fungsi ginjal, antioksidan, penyakit mata dan kulit) Bayi dan anak-anak pada
masa pertumbuhan dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia WHO mengkonsumsi daun
kelor. Perbandingan gram, daun kelor mengandung: 7 x vitamin C pada jeruk, 4 x
calcium pada susu, 4 x vitamin A pada wortel, 2 x protein pada susu dan 3 x
potasium pada pisang.
Memanfaatkan kelor untuk
menjernihkan air merupakan alternatif terbaik dan lebih ekonomis, efisien serta
turut melestarikan lingkungan dan dianjurkan untuk mulai menanam bibit pohon
kelor di sepanjang aliran sungai dan pantai di Indonesia.
Teknologi yang lainnya yang bisa kita
gunakan untuk menurunkan limbah yaitu mewajibkan penerapan IPAL yang murah dan
efektif untuk semua industri yaitu
dengan biaya maksimal 500 juta per IPAL. Teknologi IPAL yang digunakan bisa
secara fisika, kimia dan biologi. Jika limbah logam berat masih tinggi maka
diperlukan ozonisasi dan penyinaran dengan sinar UV. Namun kita semaksimal
mungkin mengurangi penggunaan IPAL secara kimiawi, karena bisa berdampak pada
kesehatan manusia.
Himbauan agar limbah di sungai dan
pesisir kita tidak bertambah terus maka kita mesti mencegah pembuangan sampah
secara langsung ke sungai atau pantai kita, kita perbanyak tempat pembuangan
sampah di trotoar/pinggir jalan, kereta/bis/angkutan umum, dan lainnya, juga
sosialisasikan pembuangan sampah, teknik pengolahan sampah skala rumah tangga
di TV atau media massa yang lain, spanduk, papan dan penerapan peraturan yang
ketat dan sanksi pada pembuang limbah dan sampah yang tidak sesuai peraturan
yang berlaku.
Gambar 1. Air yang diberi biji buah Kelor dan tidak
Pak, saya mohon ijinnya untuk share artikel ini di facebook... terima kasih sebelumnya.
BalasHapus